Langsung ke konten utama

Unggulan

Review Buku - The Things You Can See Only When You Slow Down: How to be Calm in a Busy World

The Things You Can See Only When You Slow Down (sumber dok. pribadi) Tepat seperti judulnya The Things You Can See Only When You Slow Down , buku ini memang harus dinikmati secara " slow down " pada waktu luang dalam keadaan pikiran yang tenang ditambah secangkir teh. Kurasa buku ini juga bisa membantu kalian yang butuh healing tanpa perlu traveling . Ini adalah salah satu cara healing yang ekonomis dan praktis. Buku ini seperti angin sepoi di musim semi. Ya, seperti itulah kira-kira kesan yang aku rasakan ketika sedang membaca buku ini. Membuat hati terasa nyaman dan ringan ketika membaca tiap chapter yang ada. Terdapat 8 chapter yaitu (1) Rest, (2) Mindfulness, (3) Passion, (4) Relationships, (5) Love, (6) Life, (7) The Future, (8) Spirituality. Keseluruhan chapter pastinya bisa dibilang penting tapi aku akan mereview beberapa saja supaya kalian makin penasaran baca buku ini.  Chapter 1 - Rest Bila kalian sering merasa kesulitan mengendalikan emosi negatif, seperti anger

Good Night England - (Part 1)


Aku selalu heran mengapa sakit hati bisa membuat seseorang menangis. Padahal sakit hati bukanlah sakit dalam arti sesungguhnya, layaknya sakit kanker ataupun gagal ginjal. Tetapi seperti kita ketahui bahwa efek sakit hati terutama karena cinta dapat mengakibatkan seseorang merasa tak berdaya, putus asa dan tidak punya harapan. Paling mengkhawatirkan jika stadium sakit hati yang diderita cukup parah sampai melemahkan kinerja otak hingga tidak dapat berpikir logis. Fatalnya bila sampai pada stadium akhir yang membawa kematian, bunuh diri.

Tampaknya karena terlalu mencintai manusia membuatnya lupa untuk lebih mencintai Penciptanya dan lebih memilih pergi untuk menyambut hangat neraka. Tapi pernahkan terpikir bahwa mungkin memang seperti itulah takdirnya. Ditakdirkan untuk menyerah akan kehidupan. Hanya Tuhan yang tahu dan semua hal yang terjadi adalah ketetapan Tuhan. Aku selalu percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk manusia. Bahkan bila jalan terbaik berupa memberikan suatu musibah. Namun pernahkan mencoba untuk memandangnya dari sisi berbeda. Mungkin Tuhan memberi cobaan untuk membuat kita menyadari akan sesuatu hal yang terlupakan atau bahkan belum kita ketahui.

Dalam kasus lain, misalkan ada kalanya orangtua akan membiarkan anaknya yang merangkak untuk mencoba berjalan dengan kedua kaki meski kemudian terjatuh. Mungkin sesekali orangtua akan menolongnya dengan menghibur meredakan tangis. Sesekali mengulurkan tangannya untuk membantu sang anak agar mudah berjalan. Memberi peringatan jika berjalan kearah yang salah. Bahkan hingga dewasa pun orangtua terkadang memperingatkan atau memarahi kita akan suatu hal. Semua itu bukan karena benci, tapi karena takut dan tidak ingin anaknya akan semakin terluka nantinya. Itulah salah satu wujud cinta dan kasih sayang yang sejati. Tapi terkadang kita justru menyepelekan orang yang mencintai dengan tulus, keluarga dan sahabat.

Dan inilah aku yang kini sedang patah hati. Maafkan aku Tuhan karena aku terlalu mencintai manusia. Mungkin ini hukuman dariMu karena aku mempercayakan hatiku pada lelaki yang kini justru memberi luka dalam. Stadium sakit hati yang aku derita mencapai pada fase bahwa aku berharap amnesia. Tidak sedendam itu hingga ingin menghapus lelaki itu dari ingatanku tetapi tolong hapuskan perasaanku. Hingga saat aku teringat atau melihatnya maka aku tak lagi merasa tersiksa. Terasa sesak, seolah benar-benar sakit di dada hingga sulit bernapas. Kemudian yang terlintas hanyalah pikiran negatif dan kenangan lama yang hadir kembali. Dan pertanyaan yang selalu muncul adalah “mengapa”.


Mengapa harus terjadi? Mengapa harus jatuh cinta? Mengapa harus menyakiti?


Aku mencoba mengabaikan saran mereka yang memandang dia sebelah mata. Salahkah aku yang berusaha membuktikan agar mereka mau percaya bahwa dunia ini begitu luas. Aku ingin meyakinkan bahwa selama ini mereka memandang terlalu sempit dan berbeda dari yang dapat aku lihat. Mungkin ada keraguan dengan dirinya yang tak nyata hadir di hadapanku. Atau keraguan akan jarak yang memisahkan kami. Aku memaklumi mereka tetapi aku mencoba pasrahkan pada Tuhan. Aku yang percaya bahwa masih banyak orang baik di luar sana, mungkin dia salah satunya. Aku percaya Tuhan memperkenalkan aku dan dia bukan tanpa alasan. 


          Namun kini aku benci mengatakan “ Ya, mereka benar.”
*bersambung...

Komentar