Langsung ke konten utama

Unggulan

Review Buku - The Things You Can See Only When You Slow Down: How to be Calm in a Busy World

The Things You Can See Only When You Slow Down (sumber dok. pribadi) Tepat seperti judulnya The Things You Can See Only When You Slow Down , buku ini memang harus dinikmati secara " slow down " pada waktu luang dalam keadaan pikiran yang tenang ditambah secangkir teh. Kurasa buku ini juga bisa membantu kalian yang butuh healing tanpa perlu traveling . Ini adalah salah satu cara healing yang ekonomis dan praktis. Buku ini seperti angin sepoi di musim semi. Ya, seperti itulah kira-kira kesan yang aku rasakan ketika sedang membaca buku ini. Membuat hati terasa nyaman dan ringan ketika membaca tiap chapter yang ada. Terdapat 8 chapter yaitu (1) Rest, (2) Mindfulness, (3) Passion, (4) Relationships, (5) Love, (6) Life, (7) The Future, (8) Spirituality. Keseluruhan chapter pastinya bisa dibilang penting tapi aku akan mereview beberapa saja supaya kalian makin penasaran baca buku ini.  Chapter 1 - Rest Bila kalian sering merasa kesulitan mengendalikan emosi negatif, seperti anger

Review Novel - Raksasa Dari Jogja by Dwitasari




Judul : Raksasa Dari Jogja
Penulis : Dwitasari
Halaman : 274 hlm, 18 cm
Cetak : 2012 (cetakan ketiga)
Penerbit : Plot Point (PT. Bentang Pustaka), Jakarta
ISBN : 978-602-948-123-5

Rating : (***)  -dari 5 bintang

Akhirnya kesampaian juga baca novel ini. Sebenarnya ada beberapa faktor yang membuatku penasaran dengan buku ini. Pertama, setelah membaca Jatuh Cinta Diam-Diam aku mulai tertarik dengan karya Dwitasari yang lain, karena aku suka ungkapan khas Dwitasari yang puitis namun sering kali tajam terdengar. Kedua, aku ingin membuktikan alasan kenapa banyak orang yang memandang sebelah mata dan secara lantang me-review bahwa novel ini mengecewakan mereka. Ketiga, mungkin saja ceritanya tidak benar-benar bagai bencana karena aku dengar novel ini akan diangkat ke layar lebar. Jadi kali ini aku mau membahas novel ini menurut sudut pandangku. Tapi akan aku ceritakan dulu garis besar novel ini.

Sinopsis
           Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang seharusnya membawa kebahagiaan. Tapi bukan gambaran itu yang ada di benak Bianca, seorang gadis yang terbiasa dengan keributan orangtuanya. Tidak ada lagi tawa bahkan sorot mata hangat penuh kasih. Kini hanya ada tatapan dingin penuh amarah dari sorot mata Ayah. Tangis Ibu yang tak berdaya akan siksaan Ayah. Bianca menilai sinis akan para lelaki karena terbayang sosok Ayah yang temperamental. Disisi lain ada sahabat senasib memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda dari Bianca. Tapi kenapa orang yang dia anggap sebagai sahabat sejatinya justru berbalik menghancurkan sisa hatinya yang sudah remuk kini semakin lebur bagai debu. Bianca semakin takut akan cinta. Bianca memilih untuk melanjutkan hidupnya di Jogjakarta, tempat yang menyimpan kenangan manis saat dia masih kecil. Bianca sudah lelah dengan segala masalah yang membelenggunya di Jakarta. Tak disangka belum lama Bianca menginjakkan kaki di Jogja, dia bertemu dengan sosok yang mengusik ketenangan yang baru sebentar dia rasakan. Sosok “raksasa” yang telah memancing rasa penasaran Bianca. Akankah tembok yang telah dia susun tinggi bisa digoyahkan oleh “raksasa”.? 

Review
Mau tahu pendapatku tentang novel ini? Menurutku novel ini tidak seburuk itu. Sepertinya para pembaca menaruh harapan tinggi terhadap novel ini karena membandingkan dengan karya Dwitasari yang lain. Mungkin karena menyuguhkan beberapa hal yang berbeda dan unik dari sebelumnya. Mulai dari latar belakang tokoh utama yang berasal dari keluarga tidak harmonis, konflik cinta segitiga antara sahabat, hingga kemunculan tokoh “Raksasa Jogja”, dan ungkapan kekesalan yang frontal seolah tidak tersaring. Setiap orang pasti memiliki gaya menulis yang khas dan menurutku novel ini masih wajar. Walau kuakui memang terdengar terlalu kasar apalagi karena setting tempat di Jogja yang terkenal santun.
Karakter Bianca terasa mengambang, contohnya karena awalnya digambarkan sebagai sosok yang tidak percaya cinta tapi justru dengan mudah dia jatuh cinta lagi. Bianca sebagai sosok yang awalnya tampak baik dan dewasa, tiba-tiba menjadi rancu dilihat dari dialog antara tokoh yang justru semakin memperlihatkan karakter Bianca yang sensitif dan sinis. Sehingga sering kali Bianca memancing perdebatan yang bisa membuat kita gemas. Mungkin seperti itulah kondisi remaja yang dihadapkan pada konflik keluarga. Mungkin bila sejak awal pembaca sudah dipancing untuk membenci sosok Ayah tapi ternyata tujuan itu tidak sampai padaku. Sepanjang cerita aku justru masih bingung dengan sikap Ayah, apa alasan yang melatarbelakangi pertengkaran tersebut.
Sebenarnya ide pokok novel ini bagus karena pemilihan konflik yang tampak complicated dan beruntun. Alur cerita yang terasa cepat untuk sebuah cerita yang mengusung banyak permasalahan. Seperti terburu-buru mengurai masalah dan serasa banyak bagian yang hilang dari cerita ini. Banyak konflik tapi seperti kehilangan fokus cerita karena kurang digarap dengan matang, detail dan mendalam.
Dwitasari terlalu singkat menceritakan tentang Bianca dan Gabriel. Padahal sejak awal ditekankan bahwa Bianca adalah sosok yang tidak percaya akan cinta tapi menurutku konflik romansanya malah sederhana dan terlalu cepat selesai. Justru novel ini banyak menguraikan perang batin Bianca sendiri. Konflik Bianca dan Kevin juga seolah ikut mendominasi dan seperti berlebihan. Konflik penting tidak digali lebih dalam dan tidak menguras emosi, sehingga aku merasa anti-klimaks. Mungkin kalau dikembangkan lagi bisa lebih bagus, karena sepertinya 274 halaman belum cukup membuat cerita ini bisa membuat gemas pembaca.
Walaupun novel ini tidak berhasil menciptakan perasaan roller coaster  but, over all  it’s not too bad. Hal yang aku tetap suka adalah gaya Dwitasari yang selalu menyisipkan banyak ungkapan-ungkapan tajam dan pedas. Semoga lancar penggarapan layar lebarnya dan berhasil memvisualisasikan novel ini dengan baik.

Komentar